Makalah Prinsip Dasar Epistemologi Islam


MAKALAH
METODOLOGI STUDI ISLAM

BEBERAPA PRINSIP DASAR EPISTEMOLOGI ISLAM









Disusu Oleh :
                       Atiqoh Nurul Baiti








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
2017







KATA PENGANTAR

Pertama-tama perkenankanlah kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan judul Beberapa Prinsip Dasar Epistemologi Islam.
Ucapan terima kasih dan puji syukur kami sampaikan kepada Allah dan semua pihak yang telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta ide-ide untuk menyusun makalah ini.
Kami selaku penyusun telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu kami memohon saran serta komentar yang dapat kami jadikan motivasi untuk menyempurnakan pedoman dimasa yang akan datang.
                                                                                  
Wonosobo, 12 Oktober 2017
                                                                                       

           Penyusun














DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Epistemologi dan Islam ................................................................ 2
2.2.  Sumber Pengetahuan (Wahyu, Akal dan Rasa)............................................ 4
2.3.  Kriteria Kebenaran dalam Epistemologi Islam.............................................. 6
2.4.  Peranan dan Fungsi Pengetahuan Islam........................................................ 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 10





















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13 M. hingga saat ini, fenomena pemahaman ke-Islaman umat Islam Indonesia masih ditandai oleh keadaan amat variatif. Kondisi pemahaman ke-Islaman serupa ini barangkali terjadi pula diberbagai negara lainnya. Kita tidak tahu persis apakah kondisi demikian itu merupakan sesuatu yang alami yang harus diterima sebagai suatu kenyataan untuk diambil hikmahnya, ataukah diperlukan adanya standar umum yang perlu diterapkan dan diberlakukan kepada berbagai paham keagamaan yang variatif itu, sehingga walaupun keadaannya amat bervariasi tetapi tidak keluar dari ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah serta sejalan dengan data-data historis yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahaannya

1.2 Rumusan masalah
Berkaitan dengan uraian di atas, maka permasalahan yang perlu untuk dilakukan pengkajian adalah:
1. Apa pengertian epistemologi dan Islam?
2. Bagaimana sumber pengetahuan (wahyu, akal, dan rasa)?
3. Bagaimana kriteria kebenaran dalam epistemologi Islam?
4. Bagaimana peranan dan fungsi pengetahuan Islam?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian epistemologi dan Islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana sumber pengetahuan (wahyu, akal, dan  intuisi).
3. Untuk mengetahui bagaimana kriteria kebenaran dalam epistemologi Islam.
4. Untuk mengetahui bagaimana peranan dan fungsi pengetahuan Islam.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epistemologi dan Islam
a. Pengertian Epistemologi
     Epistemologi dapat dilihat dari dua jenis pengertian, pertama secara etimologi. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu "episteme" yang berarti ilmu dan "logos" yang berarti ilmu sistematika atau teori, uraian dan alasan. Jadi, epistemologi adalah teori tentang ilmu yang membahas ilmu dan bagaimana memperolehnya, kemudian membahasnya secara mendalam (subtantif).[1]
Selanjutnya, Drs. R.B.S. Furdyartanto memberikan pengertian epistemologi sebagai berikut; Epistemologi berarti : ilmu filsafat tentang pengetahuan atau pendek kata, filsafat pengetahuan. 
Dari pengertian diatas Nampak bahwa epistemologi bersangkutan dengan masalah-masalah yang meliputi:
1)  Filsafat yaitu sebagai ilmu berusaha mencari hakekat dan kebenaran pengetahuan.
2)  Metode yaitu sebagai metode bertujuan mengantarkan manusia untuk memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
3)  Sistem yaitu sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.

b.  Pengertian Islam
Dari segi bahasa, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata "salima" yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk "aslama" yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.[2]
Dari pengertian kebahasaan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama yang berarti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan. Senada dengan itu Nurcholis Majid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam.
Pengertian Islam menurut Maulana Muhammad Ali dapat dipahami dari Firman Allah yang terdapat pada ayat 208 surat Al-Baqarah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Dan juga dapat dipahami dari ayat 61 surat al-Anfal yang artinya: dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dari uraian diatas, kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh tunduk, taat dan berserah diri kepada Tuhan dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup baik didunia maupun diakhirat. Hal demikian dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai makhluk yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan patuh dan tunduk kepada Tuhan.
Harun Nasution mengatakan bahwa Islam menurut istilah (islam sebagai agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajawan yang bukan hanya mengenal satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Sementara itu, maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah agama perdamaian; dua ajaran pokoknya, yaitu kesesaan Allah dan Kesatuan atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata, bahwa agama Islam selaras benar dengan namanya.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka kata Islam menurut istilah adalah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia, dan bukan pula berasal dari Nabi Muhammad SAW. Posisi Nabi dalam ajaran Islam diakui sebagai yang ditugasi oleh Allah untuk menyebarkan agama Islam tersebut kepada umat manusia. Dalam proses penyebaran agama Islam nabi terlibat dalam member keterangan, penjelasan, uraian, dan contoh prakteknya. Namuan keterlibatan ini masih dalam batas-batas yang dibolehkan Tuhan.
2.2.  Sumber Pengetahuan (Wahyu, Akal dan Rasa)
Bagi yang mengaku dirinya muslim sumber utamanya adalah wahyu atau al-Quran sebagai sumber absolut yang berasal dari Tuhan semesta alam. Wahyu menempati posisi absolut karena bersumber dari yang absolut pula. Semua yang terkandung dalam wahyu adalah benar dan kebenarannnya tidak dapat dibantah manusia. Hampir setiap penilaian terhadap sesuatu senantiasa merujuk kepada wahyu tersebut. Wahyu yang menekankan ketiga sumber tersebut dan mengingatkan manusia tentang ketertinggalan dan kemunduran untuk memperoleh pengetahuan dan kebenaran tidak lain disebabkan oleh diri manusia itu sendiri yang lalai dan malas menggunakan semua potensi- potensi yang telah dianugerahkan kepada mereka atau pengetahuan itu tidak menghampiri manusia karena ada hijab (batas) yang menghalanginya.
Di kalangan kaum muslimin ada dua tipe pemikiran dalam memahami wahyu itu sebagai sumber. Pertama, sebagai sumber ilmu pengetahuan ilmiyah dan kedua, sebagai sumber petunjuk. Jalaluddin al-Suyuthi, Muhammad Shadiq al-Rafi’i, Abd al-Razzaq al-Naufal dan Maurice Bucaille, mereka tergolong kedalam kelompok yang pertama sedangkan Ibn Ishak al-Syathibi dan Quraish Shihab termasuk kelompok yang kedua. Mahdi Ghulsyani memilih berada diantara kedua kelompok tersebut, ia menekankan wahyu itu sebagai petunjuk bagi manusia yang mengandung ilmu pengetahuan dan manusia itu diperintahkan untuk senantiasa menggunakan indra, akal dan hatinya untuk menggali pengetahuan dari alam ini atas bimbingan wahyu itu sendiri.
Sumber pengetahuan yang lain adalah akal yang mempunyai fungsi sangat besar untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Posisinya sangat tinggi dalam Islam, ia berpotensi sebagai alat untuk berfikir, memahami dan mengambil kesimpulan, khususnya dikalangan para filosof dibagi kepada dua yakni aktif dan teoritis dengan fungsinya masing-masing. Akal aktif berkaitan dengan etika, sedangkan yang pokok akal teoritis merupakan fakultas pemahaman.
Dalam pandangan islam, akal manusia mendapat kedudukan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ayat Al Quran. Pengetauan lewat akal disebut pengetahuan “aqli”. Akal dengan indra dalam kaitan dengan pengetahuan satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan dengan tajam, bahkan sering berhubungan. Dalam pandangan islam, akal mempunyai pengertian tersendiri dan berbeda dengan pandangan secara umum. Dalam pandangan islam, akal berbeda dengan otak, akal dalam pandangan islam bukan otak, melainkan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia.[3]
Sebagai sumber atau ada yang mengatakan alat pengetahuan, indra tentu sangat penting. Begitu pentingnya indra sehingga oleh aliran filsafat tertentu, seperti empirisme, indra dipandang sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Indra adalah sumber awal mengenal alam sekeliling kita. Bahkan satu riwayat menyatakan : “apabila seorang manusia kehilangan salah satu indranya, maka ia telah kehilangan setengah ilmu”. Melalui mata manusia menangkap hal-hal yang tampak apakah bentuk, keberadaan, sifat atau karakteristik benda-benda yang ada di dunia. Melalui telinga dapat mendengar suara. Demikian juga dengan indra perasa, kita bisa mengenal dimensi yang lain lagi dari objek-objek dunia yaitu rasa, (masam, manis , asam, pahit dan lain-lain) yang tentunya tidak dapat dilihat dan didengar oleh mata dan telinga .Indra peraba untuk memegang. Tak kalah pentingnya juga indra penciuman yang dapat menyerap aspek lain dari objek-objek fisik yaitu bau Setelah melihat fungsi indra sangat besar pengaruhnya untuk mendapatkan pengetahuan. Persoalan sekarang, cukupkah indra memenuhi kebutuhan akan ilmu sebagai pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya?. Apakah misalnya penglihatan manusia telah mampu memberikan pengetahuan tentang sebuah benda, katakanlah langit, bulan, bintang ? Sepintas bisa dijawab ya, dapat dikatakan langit itu biru dan bintang itu kecil. Namun apakah penglihatan kita melaporkan benda-benda itu sendiri sebagaimana adanya atau semata-mata kesan yang tercerap oleh mata belaka?. Apakah kesan-kesan inderawi itu sama dengan kenyataan? tidak, ternyata indra itu terbatas. Banyak dorongan dan perintah bagi kaum muslimin dalam Alquran untuk mengadakan pengamatan (observasi) dengan indera juga penalaran dalam memahami alam.

2.3.  Kriteria Kebenaran dalam Epistemologi Islam

Pandangan Islam akan kebenaran merujuk kepada landasan keimanan dan keyakinan terhadap keadilan yang bersumber pada Al-Qur’an. Sebagaimana yang diutarakan oleh fazrur rahman bahwa semangat dasar dari Al-qur’an adalah semangat moral, ide-ide keadilan social dan ekonomi. Hokum moral adalah abadi, ia adalah “perintah Allah”. Manusia tak dapat membuat dan memusnahkan hokum moral: ia harus menyerahkan diri kepadanya. Pernyataan ini dinamakan Islam dan Implementasinya dalam kehidupan di sebut Ibadah atau pengabdian kepada Allah.[4] Tetapi hokum moral dan nilai-nilai spiritual, untuk bisa dilaksanakan haruslah diketahui.
Dalam kajian epistemologi Islam dijumpai beberapa teori tentang kebenaran :
a.  Teori Korespondensi
Menurut teori ini suatu posisi atau pengertian itu benar adalah apabila terdapat suatu fakta bersesuaian, yang beralasan dengan realitas, yang serasi dengan situasi actual, maka kebenaran adalah sesuai fakta dan sesuatu yang selaras dengan situasi akal yang diberinya interpretasi.
b.  Teori Konsistensi
Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgement) dengan suatu yang lain yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan-putusan yang baik dengan putusan lainnya yang telah kita ketahui dan diakui benar terlebih dahulu, jadi sesuatu itu benar, hubungan itu saling berhubungan dengan kebenaran sebelumnya.
c.  Teori Prakmatis
Teori ini mengemukakan benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau semata-mata tergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk berfaedah dalam kehidupannya.


2.4.  Peranan dan Fungsi Pengetahuan Islam
Ilmu atau pengetahuan dalam Islam mempunyai peran dan fungsi yang cukup penting. Tak dapat dipungkiri keberadaan ilmu menempati posisi sangat tinggi karena mempunyai peran dan pengaruh cukup besar pada perkembangan, perubahan dan kemajuan umat manusia.
Jalaluddin Rakhmat mengungkap peran penting ilmu menurut Islam antara lain :
1.  Ilmu pengertahuan harus berusaha menemukan keteraturan (sistem), hubungan sebab akibat dan tujuan dialam semesta. Dalam banyak ayat Alquran dijelaskan bahwa alam ini diurus oleh pengurus dan pencipta yang tunggal, karena itu tidak pernah ada kerancuan (tahafut) di dalamnya. Alam bergerak menuju tujuan tertentu, karena Allah tidak menciptakannya untuk main-main dan bukan perbuatan sia-sia. Keteraturan dalam ilmu biasanya disebut hukum-hukum yang terdapat dalam afaq disebut alquran sebagai qadar atau takdir sedangkan aturan dalam anfus dan tarikh disebut sebagai sunnatullah.
2.  Ilmu harus dikembangkan untuk mengambil manfaat dalam rangka mengabdi kepada Allah sebab Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang dan segala yang langit dan dibumi untuk manusia.
3. Ilmu harus dikembangkan dengan tidak menimbulkan kerusakan baik afaq atau anfus.
Adapun fungsi ilmu menurut RBS. Fubyartana sebagaimana dikutip Endang Saifuddin Anshari antara lain:
1. Fungsi Deskriptis : menggambarkan, melukiskan dan memaparkan suatu obyek atau masalah sehingga mudah dipelajari oleh peneliti
2.  Fungsi pengembangan : Melanjutkan hasil penemuan yang lalu yang menemukan hasil ilmu pengetahuan yang baru
3.  Fungsi prediksi : meramalkan kejadian yang besar kemungkinan terjadi sehingga manusia dapat mengambil tindakan-tindakan yang perlu dalam usaha menghadapinya
4.  Fungsi kontrol : berusaha mengendalikan peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki.
Dalam Ensiklopedi, Dawam Raharjo menyatakan satu fungsi ilmu yakni, perbaikan atau pembaharuan, dalam istilah Alquran “ishlah” .Mahdi Ghulsyani menerangkan manfaat ilmu antara lain :
1.  Ilmu dapat meningkatkan pengetahuan seseorang akan Allah.
2.  Ilmu dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuannya.
3.  Dapat membimbing orang lain.
4.  Dapat memecahkan berbagai problem masyarakat.
Terakhir, seraya mengutip pandangan Murtadha Muthahhari, Quraisy Shihab menyingkap hubungan penting antara ilmu pengetahuan dan agama sebagai berikut :
·      Ilmu mempercepat anda sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju.
·      Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya dan agama menyesuaikan dengan jati dirinya.
·      Ilmu hiasan lahir dan agama hiasan batin
·      Ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan dan agama memberi harapan dan dorongan bagi jiwa
·      Ilmu menjawab pertanyaan yang dimulai dengan “bagaimana” dan agama menjawab yang dimulai dengan “mengapa”.
·      Ilmu tidak jarang mengeruhkan pikiran pemeluknya, sedangkan agama selalu menenangkan jiwa pemeluknya yang tulus.
Menurut Nur Cholis Majid, ilmu adalah hasil pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya ciptaan-Nya sebagai manifestasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Nya. Ibnu Rusyd mengatakan bahwa antara ilmu dan iman tidak dapat dipisahkan karena iman tidak saja mendorong tetapi menghasilkan ilmu, tetapi membimbing ilmu dalam bentuk pertimbangan moral dan etis dalam penggunaannya.[5]


BAB II
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Epistemologi sebagai cabang ilmu filsafat yang eksistensinya adalah mengajak manusia untuk berfikir, mentadaburi alam yang dikemas dalam ilmu pengetahuan yang sistematis, memberi konstribusi bagi perkembangan manusia dalam ranah keilmuan. Dengan beberapa prinsip dasar epistemologi islam kita bisa mengatehaui peranan islam dalam ilmu pengetahuan, yang mana Al-Quran (wahyu) sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan yang kemudian ditalar melaui akal sebagai keistimewaan bagi manusia dan serta panca indra atau sentuhan indrawi yang membantu memperoleh pengetahuan.




















DAFTAR PUSTAKA

Abuddin , Nata. 1998. Metodologi Studi Islam, Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Harun Nasution.1973. Falsafah dan Mistisisme Dalam Islam. Jakarta. Bulan Bintang.
Endang Saefuddin Anshori. 1987. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya. PT Bina Ilmu Offst.
Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok Mubarok, 2009.Metodologi Studi Islam. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Fazlur Rahman. 1985. Islam dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual. terj. Ahsin Muhammad. Bandung Pustaka.




[1]  Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm.10.
[2] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: t.p., 2000), hlm. 62-63.
[3] Endang Saifuddin An Shari, A, Wawasan Islam Pokok-Pokok Pikiran Tentang Islam dan Umatnya, (Jakarta: t.p., 1993), hlm. 33.
[4] Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas Tentang Transformasi Intelektual., (Bandung: Pustaka, 1984), hlm.35
[5] Atang Abdul Hakim, M.A., dan Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2000), hlm. 18.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Prinsip Dasar Epistemologi Islam"

Post a Comment