Makalah | Sumbangan Sosiologi Terhadap Dunia Pendidikan
MAKALAH
SUMBANGAN SOSIOLOGI TERHADAP DUNIA
PENDIDIKAN
Dosen Pengampu :
Di Susun Oleh :
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF
KOTA JAMBI
T.A 2019
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis
sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun
langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka
melengkapi tugas dengan ini penulis mengangkat judul “Sumbangan atau
Konstribusi Sosiologi Terhadap Dunia Pendidikan”. Dalam penulisan makalah ini,
penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Jambi, November 2019
Penulis,
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR
ISI ........................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
KONTRIBUSI
SOSIOLOGI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
A. Kontribusi sosiologi terhadap sistem
persekolahan sebagai sistem organisasi formal 2
B. Kontribusi
sosiologi terhadap kegiatan kelas sebagai
suatu sistem sosial 5
C. Kontribusi
sosiologi terhadap lingkungan eksternal sekolah
........................ 7
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kontribusi
sosiologi pada dunia pendidikan menyajikan semacam ancar-ancar bagi praktisi
pendidikan, yaitu mengenai beberapa kontribusi spesifik dari analisis
sosiologis terhadap bidang pendidikan. Fokus bahasan ini memang pada suatu
perangkat subtantif kontribusi sosiologis yang dari padanya para praktisi
seperti guru, penilik, kepala sekolah atau pengawas dapat mengambil manfaatnya
secara realistis dan efektif di dalam lingkungan pekerjaannya masing-masing.
Untuk menggambarkan
kontribusi praktis sosiologi terhadap bidang pendidikan ternyata ada banyak
pendekatan yang mungkin lazim dipergunakan. Macam-macam pendekatan dimaksud itu
dipakai juga sesuai dengan arahan bahasan ini. Kontribusi-kontribusi spesifik
dari sosiologi terhadap bidang pendidikan tertuang dalam tigas sub judul.
Ketiganya bertolak dari sorotan sosiologis dalam menelaah persekolahan sebagai
suatu sistem sosial fungsional.
Pada sub judul
pertama, melihat hubungan-hubungan dalam dunia pendidikan sebahgai suatu yang
berlangsung dalam konteks latar suatu organisasi formal. Dalam hal ini, para
murid, guru, supervisor, kepala sekolah dan pengawas berinteraksi selaku
pemegang posisi di dalam suatu sistem sosial yang mempunyai tujuan kelmbagaan
dan terorganisir, yaitu untuk mendidik para anak didik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konstribusi
terhadap sistem persekolahan sebagai sistem organisasi formal ?
2.
Bagaimana konstribusi
terhadap Kegiatan Kelas Sebagai Suatu Sistem Sosial?
3.
Bagaimana konstribusi
terhadap Terhadap Lingkungan Eksternal Sekolah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
Kontribusi Sosiologi Dalam Pendidikan
Seiring dengan
bergulirnya roda sejarah kehidupan, maka prestasi pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh manusia menjadi sedemikian kompleks, sehingga pada fase inilah konsep
pengetahuan dan kemampuan–kemampuan gemilangnya telah menjadi penentu arah
kehidupan di masa yang akan datang. Beberapa faktor telah melatarbelakangi
terbentuknya lembaga-lembaga tertentu untuk mengelola alokasi pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan didalam kehidupan di antaranya, (1) pertumbuhan jumlah
populasi manusia yang mempengaruhi tingkat penguasaan dan ketersediaan sumber
daya alam, (2) kompleksnya pranata kebudayaan dan mekanisme pengetahuan beserta
teknologi terapan, dan (3) implikasi tingkat akal budi dan mentalitas manusia
yang kian rasional.
Secara singkat,
terbentuknya lembaga pendidikan merupakan konsekuensi logis dari taraf
perkembangan masyarakat yang sudah kompleks. Sehingga untuk mengorganisasikan
perangkat-perangkat pengetahuan dan keterampilan tidak memungkinkan ditangani
secara langsung oleh masing-masing keluarga. Perlunya pihak lain yang secara
khusus mengurusi organisasi dan apresiasi pengetahuan serta mengupayakan untuk
ditransformasikan kepada para generasi muda agar terjamin kelestariaannya
merupakan cetak biru kekuatan yang melatarbelakangi berdirinya sekolah sebagai
lembaga pendidikan . Disinilah kontribusi sosiologi dalam pendidikan diperlukan
yaitu diantaranya:
A.
Kontribusi
Sosiologi Terhadap Sistem Persekolahan Sebagai Sistem Organisasi Formal
Sekolah sebagai
suatu sistem, menurut sudut tinjauan sosiologi, juga memiliki banyak
karakteristik umum sebagaimana pada jenis-jenis organisasi lainnya yang
berskala luas. Dua diantara karakteristik tersebut, kiranya relevan dengan
maksud bahasan ini. Pertama, sistem persekolahan, sebagaimana
organisasi-organisasi bisnis dan rumah sakit, jelas mempunyai suatu tujuan
organisasi. Tujuan itulah yang menjadi arah dan mengarahkan sistem sosial
bersangkutan. Kedua, dalam organisasi persekolahan terdapat suatu arus jaringan
kerja dari sejumlah posisi yang saling terkait (seperti guru, supervisor, dan
administrator) di dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan
“model organisasi” dapat dikatakan bahwa tugas persekolahan itu adalah untuk
memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada anak didik, dan karena itulah
para guru diperkerjakan. Dalam hubungan ini, para supervisor berfungsi membina
para guru supaya dapat bertugas secara efektif, dan tugas formal para
administrator sekolah adalah untuk mengkoordinasikan dan memadukan berbagai
ragam aktivitas dalam lingkungan sistem persekolahan. Para pemegang posisi
mempunyai hak dan kewajiban tertentu dalam hubungannya dengan para pemegang
posisi lain di dalam sistem interaksi mereka. Sejalan dengan bahasan mengenai
aspek struktur organisasi persekolahan tersebut, secara implisit, sepertinya
ada dua asumsi yang sebenarnya masih patut dipertanyakan.
Pertama, bahwa
ada kesamaan pandangan atau pendapat mengenai tujuan organisasi persekolahan.
Kedua, bahwa ada dua kesamaan pandangan atau pendapat mengenai hak dan
kewajiban masing-masing di dalam tata hubungan antar posisi/fungsi.
Sehubungan
dengan kedua asumsi tersebut, analisis sosiologis tidak begitu saja
meyakininya, bahkan menyarankan untuk ditelaah benar tidaknya. Sebab dalam
kenyataan, dapat saja begitu tipisnya kesepakatan para pemegang posisi mengenai
tujuan organisasi sekolah, dan juga mengenai batasan perannya masing-masing.
Padahal faktor tersebut merupakan elemen pokok untuk dapat berfungsi dengan
baik atau tidaknya sistem persekolahan.
Asumsi kedua
yang menyatakan adanya kesamaan pendapat mengenai batasan peranan para pemegang
posisi pendidikan, juga tampil sebagai sesuatu yang patut diragukan. Memang
buku-buku teks berbicara banyak dan tegas tentang peranan guru dan
administrator pendidikan, seolah-olah semua orang menyetujuinya, dan banyak
praktisi pendidikan berasumsi demikian. Pada kenyataannya mereka yang bekerja
bersama-sama dalam dunia pendidikan, seringkali tidak memiliki pandangan atau pendapat
yang sama mengenai hak dan kewajiban yang terkait dengan posisinya
masing-masing.
Dalam hal-hal
tadi, dan masih banyak lagi yang lainnya yang berhubungan dengan peranan guru,
mungkin sekali ada ketidaksamaan pendapat diantara para guru dengan kepala
sekolah dan bahkan antara kalangan para guru sendiri. Dan dalam hal ini
diperkirakan akan muncul adanya konflik peranan intern.
Yang dimaksud
dengan konflik peranan intern, ialah konflik harapan dari pihak lainnya yang
dihadapkan pada para pemegang satu posisi tertentu. Para guru, dihadapkan
dengan harapan yang saling berbeda dan bertentangan dari kepala sekolahnya,
penilik, petugas konseling, administrator pendidikan, orang tua murid dan
bahkan dari muridnya sendiri. Para kepala sekolah dihadapkan dengan konflik
harapan dari Penilik Kepala, dan juga para stafnya sendiri di dalam penanganan
beberapa hal, misalnya tentang supervisi pengajaran di kelas, penindakan
kasus-kasus kedisiplinan, dan sebagainya.
Para
administrator dikonfrontasikan dengan konfik harapan dari para stafnya.
Misalnya, beberapa guru mengharapkan kepala sekolahnya supaya membawa setiap
masalah sekolah ke dalam rapat dewan guru, sedangkan sebagian lainnya tidak
mengharapkan membuka semua permasalahan di forum rapat dewan guru. Sebagai tambahan
seringkali para orang tua dan guru mempunyai harapan yang kontradiksi mengenai
apa-apa yang mestinya dilakukan kepala sekolah, misalnya di dalam penanganan
masalah kedisiplinan siswa, besarnya penerimaan murid baru, pelulusan siswa,
dan sebagainya. Dalam hubungan ini, Penilik Kepala termasuk posisi yang
kerapkali dihadapkan pada konflik peranan intern. Sumber utama dari lahirnya
konflik harapan tersebut, kiranya terletak pada adanya pandangan yang berbeda
dari Penilik Kepala, para kepala sekolah juga acapkali harus menghadapi
harapan-harapan yang kontradiktif, yaitu dari para guru, Penilik, orang tua
murid, dan terlebih sulit lagi apabila datangnya dari Badan Pertimbangan
Sekolah.
Untuk diingat,
memandang sekolah sebagai suatu organisasi formal, dari kacamata sosiologis
mengisyaratkan adanya rintangan organisasi yang besar untuk dapat berfungsi
secara efektif. Sebagai terlihat dalam bahasan tadi, telah ditandaskan adanya
dua faktor penyebab, yaitu : kurangnya kata kesepakatan mengenai tujuan
organisasi sekolah itu sendiri, dan kurangnya kesepakatan tentang batasan
peranan dari masing-masina pemegang posisi kependidikan.
B.
Kontribusi
Sosiologi Terhadap Kegiatan Kelas Sebagai Suatu Sistem Sosial
Suatu analisis
tentang struktur kompetisi beserta pengaruhnya terhadap prestasi belajar di
sekolah menengah, secara nyata mempunyai implikasi untuk mengisolasikan
kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi hasil belajar suatu kelas. Gordon dan
Bpookover ahli dari Amerika menyarankan pentingnya tinjauan sosiologis di dalam
mengkaji struktur dan fungsi ruangan kelas sebagai suatu sistem sosial.
Dewasa ini
penelaahan sosiologis dan sosio-psikologis mengenai ruangan kelas sebagai suatu
sistem, sudah tak diragukan lagi nilai guna dan kontribusinya. Kontribusi
empiris utama dari para sosiolog selama ini, yaitu di dalam menelaah struktur
sosiometrik di kelas, dan memilihkan sumber-sumber tekanan dan ketegangan yang
dihadapi guru-guru di kelas. Telaah sosiometrik mengungkapkan bahwa ruangan
kelas, di dalamnya terdapat anak-anak “idiola” dan “penyendiri”, mengenai para
guru, hasil penelitian menunjukkan, bahwa kerapkali para guru tidak mengetahui
hubungan-hubungan antar pribadi di kalangan murid-muridnya di kelas. Mereka
tidak menunjukkan kepekaan yang tinggi mengenai bagaimana sesungguhnya para
muridnya mereaksi satu sama lain, mereka sering kali membiarkan bias pribadinya
dalam menghadapi para siswanya ketimbang menggunakan asesmen yang tepat melalui
sosiometri.
Hal lain yang
menyebabkan ketegangan kejiwaan para guru pengajar di kelas salah satunya
karena benturan antara struktur otoritas sekolah dengan status profesional
guru-guru itu sendiri. Kepala sekolah sebagai pemegang otoritas di sekolah
sudah tentu perlu mengawasi, mengkoordinasikan, dan memadukan semua kegiatan
yang berlangsung di sekolah, termasuk juga terhadap sajian pelajaran yang
diberikan guru (sesuai dengan kurikulum dan batasan bahan untuk satu
semester/tahun). Untuk itu para guru harus bekerja dengan bertanggung jawab
(sebagai hamba kurikulum) dan jika tidak maka kepala sekolah bisa menindak guru
dengan memberikan sanksi. Hal seperti ini sebenarnya bertentangan dengan tugas
seorang guru sebagai tenaga profesional yang memiliki otonomi untuk
mengembangakan aktivitasnya dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Otoritas kepala
sekolah menimbulkan kekecewaan bagi guru dan bisa mengacaukan pengajaran di
kelas. Sehingga menimbulkan adanya jarak sosial antara guru dan kepala sekolah.
Penyebab
ketegangan lainnya tumbuh dari perbedaan norma antara yang dianut guru dengan
norma yang dianut siswa dalam hubungannya dengan perilaku siswa. Para guru
mengharapkan para murid berprestasi sebaik mungkin sesuai potensinya. Sementara
itu para siswa tak seberapa konsentrasi dengan harapan gurunya. Mereka lebih
berorientasi pada struktur informal dan nilai-nilai dikalangan mereka sendiri.
Mereka memiliki sifat asli yang dibawanya dari lingkungannya sendiri. Hal ini
mempunyai pengaruh besar terhadap penampilan mereka di sekolah. Jika tiak ada
kesesuaian dengan nilai-nilai yang diharapkan guru, maka guru akan bisa
tersiksa di dalam proses transaksi pengajarannya dengan para siswa.
Kontribusi
lainnya adalah mengenai perilaku siswa yang suka menyendiri. Kekuatan kelompok
teman sekelasnya mempunyai pengaruh besar terhadap anak-anak yang terisolasi. Hambatan
utama untuk menyembuhkan anak penyendiri bukan terletak pada diri anak itu
sendiri, tetapi terletak pada konteks kelas itu sendiri. Selama ini para guru
dan bimbingan konseling berasumsi bahwa bimbingan individual adalah
satu-satunya cara penyembuhan. Kita harus menyadarkan para guru dan pembimbing
bahwa melalui perubahan iklim kelompok/kelas juga suatu alternatif lain yang
tak kalah pentingnya dibanding cara individual. Untuk itu dituntut untuk
mengeksplorasi bagaimana adanya kehidupan kelas sebagai suatu sistem sosial.
Analisis
sosiologi juga mengungkapkan ada hubungan yang erat antara tingkah laku dan
sikap seseorang dengan latar belakang kelompok atau aspirasi yang
digandrunginya. Anak-anak sekolah pada umumnya cenderung untuk membentuk sebuah
kelompok atau “GANK”. Kelompok-kelompok tersebut merupakan tempat berlabuh yang
harus diperhitungkan dalam upaya pembinaan tingkah laku siswa. Konsekuensi
pentingnya adalah agar pengajar bisa efektif dalam mendidik siswanya maka perlu
adanya usaha membendung kekuatan-kekuatan kelompok yang bisa mengacaukan arah
pembinaan anak didiknya, dan berupaya mengubah nilai-nilai atau norma-norma
kurang sehat di kalangan klik-klik siswa itu sendiri. Agar tidak terjadi hal seperti itu seorang
guru mengajar harus memiliki kemampuan yang lebih. Menurut buku terbitan UNESCO
1952 perlu diperhatikan lima hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru
dalam mengajar yaitu:
b.
Ia harus memiliki
perhatian yang cukup banyak kepada faktor-faktor manusiawi, seorang guru yang
segan membaca surat kabar atau majalah kemasyarakatan tak akan menjadi guru
geografi yang menarik.
c.
Ia memiliki kemampuan
untuk menemuakan sendiri faktor-faktor yang bersifat lokatif (kasus yg
menunjukkan makna tempat pada nomina atau sejenisnya) pola-pola regional (
kedaerahan) dan relasi keruangan yang semuanya itu tersembunyi di dalam
gejala-gejala sosial.
d.
Ia suka dan mampu
melakukan observasi di lapangan. Ia bukan orang yang begitu saja percaya kepada
berita koran, radio, televisi atau isi pidato.
e.
Ia harus dapat secara
sederhana mensiptesekan aneka data yang berasal, dari berbagai sumber, baik
yang menyangkut gejala alam maupun gejala kemasyarakatan. Untuk ini data dari
anaeka dinas dan jawaban pemerintah dapat di usahakannya dengan bantuan kepala
sekolah. Dan Ia mampu membedakan serta memisahkan kausalitas dari hal-hal yang
sifatnya kebetulan belaka .
C.
Kontribusi
Sosiologi Terhadap Lingkungan Eksternal Sekolah
Kontribusi
sosiologi terhadap lingkungan eksternal sekolah terdiri atas beberapa aspek
yaitu: kontribusi sosiologi yang mempunyai implikasi penting terhadap
persekolahan ialah struktur kekuasaan di masyarakat. Pengelolaan program
pendidikan di sekolah-sekolah membutuhkan topangan dana yang tidak sedikit dan
hal tersebut mempengaruhi mutu program dan hasil pendidikan. Pemerintah daerah
dan pemerintah pusat di sini memiliki peranan yang penting bagi kelangsungan
pendidikan dengan memberikan banyak subsidi.
Kontribusi
sosiologi selanjutnya yaitu: terhadap lingkungan eksternal sekolah adalah
penelitian rantaian penghubung antara sekolah dengan masyarakat. Keberadaan
badan pertimbangan sekolah biasanya diasumsikan dengan tidak adanya
proporsional asal strata para anggota badan pertimbangan sekolah (strata atas
terhadap strata ekonomis) mengakibatkan adanya bias konservatif dalam
pertimbangan-pertimbangannya. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh tingkah
laku para anggota badan pertimbangan dan memotivasinya untuk menduduki jabatan
tersebut terhadap penampilan dan kepuasan kerja para penilik kepala. Faktor
lain seperti agama, pekerjaan, dan penghasilan terhadap tingkah laku para
anggota. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa serba sulit bagi
perkembangan sekolah, meskipun seringkali diabaikan, dengan adanya variabel
tingkah laku kelompok kecil orang-orang awam dalam badan pertimabangan sekolah.
Hal ini menyebabkan adanya upaya untuk meningkatkan mutu anggota badan
pertimbangan sekolah.
Kontribusi
terakhir yaitu bertolak dari telaahan terhadap koflik antara peranan dimana
para tenaga kependidikan di hadapkan kepada benturan kepentingan dari posisi
yang di pegangnya dalam sistem persekolahan dengan posisinya di dalam sistem
sosial lain. Getzels dan Guba menemukan, bahwa banyak harapan-harapan yang
terkait dengan posisi guru, dalam kenyataannya berbenturan ( konflik ) dengan
harapan-harapan posisi lain yang di pegangnya di luar sistem persekolahan.
Misalnya di Amerika Serikat, posisi penilik Kepala seringkali dihadapkan pada
konflik antar peranan. Kita tahu, sementara seseorang pemegang posisi selaku
penilik Kepala, di masyarakat ia juga berposisi sebagai teman dari
sahabat-sahabatnya, menjadi anggota kelompok keagamaan atau kelompok-kelompok
lainnya, menjadi kepala keluarga atau anggota keluarga dan sebagainya.
Kesemuanya posisi-posisi di luar selaku penilik Kepala tersebut, belum tentu
sejalan dengan harapan-harapan atau kepentingannya dengan tuntutan tugas yang
di tanganinya selaku penilik Kepala.
Salah seorang
penilik Kepala yang beragama Katolik mengatakan bahwa ia selalu menghadapi
situasi seperti berikut, kadang-kadang situasi sangat mengharaukan, saya ingin
memelihara hubungan baik dengan pihak gereja dan hampir semua badan
Pertimbangan Sekolah yang saya bina, serta para politisi setempat termasuk
sejamaat dengan saya. Dari situ misalnya, salah satu kelompok Katolik
menginginkan supaya anak-anaknya dibiarkan pulang lebih awal dari sekolah sebab
mereka ada upacara khusus dan anak-anak tersebut di harapkan dapat
menghadirinya. Lalu mesti apa yang saya lakukan?. Apakah saya selaku pejabat
memberikan mereka izin pulang ataukah menyetop mereka untuk tidak mendahului
pulang dan saya tidak bisa melakukannya jika hal tersebut saya lakukan maka
saya harus menanggung “neraka” sebagai bayarannya.
Bagi para
Penilik Kepala, yang sungguh sangat berat dirasakan ialah konflik peranan yang
muncul dari harapan-harapan teman karibnya. Posisinya selaku teman akrab
membuat ia serba sulit menghadapi harapan teman-temannya yang tidak sejalan
dengan tuntutan tugasnya selaku Penilik Kepala. Ada 35 % Penilik Kepala
melaporkan pengalamannya dalam konflik semacam itu. Belum lagi termasuk yang
acuh dan menolak untuk melaporkan pengalaman serupa.
Menurut pengalaman penilik kepala,
lazimnya mereka diminta untuk memberikan petimbangan khusus, perlakuan khusus
atau konsepsi khusus terhadap anak teman-teman karibnya itu. Apa yang diminta
oleh teman-teman karibnya itu dapat bermacam-macam, mulai dari soal pemberian
nilai oleh para guru, peluang mendapatkan fasilitas sekolah, kemudian masuk
atau pindah sekolah dan lain sebagainya.
Situasi konflik
antara peranan penilik kepala dengan peranan selaku orang tua, juga termasuk
banyak dilontarkan. Ada 48% penilik kepala mengungkapkan jenis konflik semacam
ini. Para penilik kepala yang mengalaminya, melaporkan macam-macam variasi yang
menunjukkan adanya konflik peranan yang dimaksud. Sebagai misalnya anak-anaknya
mengharapkan sesuatu, padahal pihak di pihak lain dihadapkan pada harapan
tertentu yang tidak sejalan dengan harapan anak-anaknya.
Sebanyak 18%
penilik kepala juga menyebutkan adanya konflik antar peranan yang dikarenakan
ketaksejalanan harapan antara tuntutan posisi selaku penilik kepala dengan
posisi di organisaso kemasyarakata setempat, dimana penilik kepala ikut serta,
biasanya kepada penilik dimintakan bantuannya untuk mendayakan potensi/fasilitas
persekolahan untuk kepentingan organisasi kemasyarakatan dimaksud. Padahal
selaku staf profesional persekolahan ia diminta melindungi sekolah dari
investasi semacam itu. Agar kegiatan ekstra kurikuler berkembang maka penilik
diharapkan mampu meningkatkan usaha penghimpunan dana dan itu digunakan untuk
membeli alat-alat yang mendukung kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Tetapi
dipihak lain ada yang keberatan, sebab akan mengganggu kegiatan kelas dan
aktivitas-aktivitas sekolah yang telah direncanakan. Tentunya jadi sulit untuk
memutuskan, lebih-lebih kalau menghadapi kelompok yang mempunyai kekuatan suara
dalam percaturan politik di masyarakat.
Penemuan-penemuan
itu jelas menyokong suatu proporsi bahwa konflik antar peranan diantara posisi
sistem persekolahan dengan lingkungan eksternal merupakan sumber potensial
utama lahirnya ketegangan praktisi pendidikan termasuk juga bagi para guru.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kontribusi
sosiologi dalam pendidikan yaitu:
1)
Sistem Persekolahan
Sebagai Sistem Organisasi Formal. Organisasi formal sistem persekolahan,
sebernya cenderung membingungkan karena hal ini bertolak dari suatu
perbandingan dengan tipe-tipe organisasi formal lainnya, misalnya perusahaan
yang bergerak di bidang bisnis ekonomi. Pada perusahaan bisnis, selaku
organisasi formal, tujuannya sangat jelas dan tidak membingungkan, yaitu
memproduksi barang atau jasa guna mendapatkan keuntunagan. Situasinya agak
berbeda apabila diperbandingkan dengan organisasi formal sitem persekolahan.
Kata-kata “untuk mendidik anak-anak” merupakan pernyataan kabur yang kurang
berarti, kecuali kalau tujuan pendidikan tersebut lebih dispesifikasikan.
2)
Kontribusi sosiologi
terhadap kegiatan kelas sebagai suatu sistem sosial. Penelaahan sosiologis dan
sosio-psikologis mengenai ruangan kelas sebagai suatu sistem, sudah tak
diragukan lagi nilai guna dan kontribusinya. Kontribusi empiris utama dari para
sosiolog selama ini, yaitu di dalam menelaah struktur sosiometrik di kelas, dan
memilihkan sumber-sumber tekanan dan ketegangan yang dihadapi guru-guru di
kelas. Telaah sosiometrik mengungkapkan bahwa ruangan kelas, di dalamnya
terdapat anak-anak “idiola” dan “penyendiri”.
3)
Kontribusi sosiologi
terhadap lingkungan eksternal sekolah. terdiri atas beberapa aspek yaitu:
kontribusi sosiologi yang mempunyai implikasi penting terhadap persekolahan
ialah struktur kekuasaan di masyarakat, penelitian rantaian penghubung antara
sekolah dengan masyarakat, dan kontribusi terakhir yaitu bertolak dari telaahan
terhadap koflik antara peranan dimana para tenaga kependidikan di hadapkan
kepada benturan kepentingan dari posisi yang di pegangnya dalam sistem
persekolahan dengan posisinya di dalam sistem sosial lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Faisal, Sanapiah. 1985. Sosiologi
Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Robinson, Philip. 1981. Beberapa
Perspektif Sosiologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.
Upardang, Dadang. 2009. Pengantar Ilmu
Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural.
Jakarta. PT.Bumi Aksara.
0 Response to "Makalah | Sumbangan Sosiologi Terhadap Dunia Pendidikan"
Post a Comment